Dugaan Kwitansi Palsu hingga Mark-Up, Bendahara UDD PMI Muara Enim Jadi Tersangka Korupsi
MUARA ENIM, SS.CO.ID -- Kejaksaan Negeri (Kejari) Muara Enim resmi melakukan penetapan dan penahanan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) pada Palang Merah Indonesia (PMI) 2022-2024.
Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejari Muara Enim menetapkan Bendahara Unit Donor Darah (UDD) PMI Muara Enim berinisial WDA sebagai tersangka dalam perkara ini.
Hal itu disampaikan Kajari Muara Enim Zulfahmi, S.H., M.H. didampingi Kasi Intelijen Arsitha Agustian, S.H., M.H. dan Kasi Pidsus Krisdiyanto, S.H., M.H. dalam Siaran Pers, di Kantor Kejari Muara Enim, Selasa (9/12/2025).
Adapun penyidikan perkara dugaan tipikor Pengelolaan BPPD pada PMI Muara Enim 2022-2024 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Muara Enim Nomor: PRINT-03.h/L.6.15/Fd 1/10/2025 tanggal 19 November 2025.
Kajari Muara Enim Zulfahmi menyampaikan bahwa, UDD PMI Muara Enim memperoleh pendapatan dan biaya Pengganti BPPD sebagaimana diatur besaran dan peruntukannya dalam SE Kemenkes RI No. HK/Menkes/31/1/2014 dan SK PP PMI Nomor: 017/KEP/PP PM/2014 sebesar Rp360 ribu per kantong darah.
“Berdasarkan rekening koran UDD PMI Muara Enim ditemukan pengeluaran tahun 2024 sebesar Rp2,48 miliar, namun dalam laporan pertanggungjawaban hanya sebesar Rp1,95 miliar,” ujarnya.
Kajari menjelaskan, modus tersangka WDA melakukan penyalahgunaan dan/atau penyimpangan dalam perkara dugaan korupsi Pengelolaan BPPD PMI Muara Enim 2022-2024.
“Tersangka membuat sendiri 5 kwitansi palsu dalam pencairan yaitu pembelian kantong darah, menambahkan angka 1 dalam melakukan pencairan atas 2 invoice sehingga terjadi penambahan nominal pencairan sebesar Rp100 juta pada masing-masing invoice dari yang seharusnya dan melakukan mark-up harga dalam pembelanjaan snack dan blanko UDD,” jelasnya.
Lanjut Kajari, tersangka menggunakan uang yang dicairkan dan rekening BPPD yang seharusnya untuk biaya kalibrasi, kantong darah dan reagen namun dipakai untuk kepentingan pribadi tersangka.
“Tersangka juga tidak melakukan pengelolaan keuangan UDD PMI Muara Enim secara transparan, tertib, dan akuntabel sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan,” bebernya.
Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Selatan, perbuatan tersangka WDA mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp477.809.672.
Atas perbuatannya, tersangka WDA dikenakan Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf b UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf b UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ancaman hukumannya pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun,” ujar Kajari.
Kajari memastikan untuk sementara berdasarkan alat bukti yang ada, tersangka melakukan perbuatannya sendiri dalam perkara ini.
“Tapi tentu tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan keterlibatan tersangka lainnya,” pungkasnya.
Selanjutnya, guna percepatan dalam proses penanganan perkara, dilakukan penahanan terhadap tersangka WDA di Lapas Kelas IIB Muara Enim selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 9 Desember s.d. 28 Desember 2025.
Penahanan terhadap tersangka WDA ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Tingkat Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Muara Enim Nomor: PRINT-06/L.6.15/Fd.1/12/2025.
Post a Comment