Ketua DPP AKLI Layak Mundur, Diduga Langgar Kode Etik dan Tak Mampu Jalankan Regulasi Pemerintah


PALEMBANG, SS - Asosiasi Kontraktor Ketenagalistrikan merupakan wadah berhimpunnya badan-badan usaha jasa konstruksi sebagai pelaksana (kontraktor) di bidang kelistrikan dalam mengembangkan keprofesian guna memenuhi tugas serta tanggung jawab dalam pembangunan Indonesia di bidang ketenagalistrikan dan menciptakan iklim usaha yang sehat serta kondusif bagi pengembangan usaha para anggota.

Saat ini ada sekitar sembilan Asosiasi yang terdaftar di Kementerian ESDM dan Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) merupakan organisasi terbesar dan tertua saat ini, dimana lahirnya diawali dengan pertemuan tanggal 11 Agustus 1979 antar instalatir listrik yang diprakarsai oleh Ir. Ketut Kontra, MSc., mengajak para instalatir listrik untuk bersama-sama dengan PLN meningkatkan penyambungan listrik kepada pelanggan mingingat telah cukup tersedianya tenaga listrik PLN untuk memenuhi keperluan masyarakat akan tenaga listrik.

Assosiasi ini dibutuhkan sebagai mitra Pemerintah, mitra Usaha Penyedia Tenaga Listrik, sesama Usaha Penunjang Tenaga Listrik dan Penyedia Jasa Kelistrikan kepada masyarakat dalam memenuhi keperluan akan tenaga listrik yang aman, andal dan akrab lingkungan.

Namun saat ini anggota AKLI sebagai organisasi terbesar di seluruh Indonesia sekitar 3.500 badan usaha, lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang pernah mencapai 7.000 badan usaha.

Sebelumnya Puji Muhardi, Ketua DPP AKLI dalam media online menyatakan bahwa penurunan jumlah anggota disebabkan berbagai hal. 

Pertama, kemampuan masing-masing anggota dalam beradaptasi dengan regulasi baru, khususnya terkait dengan adanya persyaratan sambung daya listrik wajib memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO).

Kedua, instalasi listrik yang seharusnya dikerjakan oleh badan usaha yang memiliki izin, tetapi masih banyak ditemui instalasi listrik dikerjakan oleh pihak yg tidak memenuhi persyaratan itu. Ketiga, disinyalir adanya penggunaan kodefikasi badan usaha oleh pihak lain tanpa sepengetahuan badan usaha.

Puji menjelaskan, dengan kondisi seperti tersebut kepengurusan DPP AKLI sebelumnya bersama dengan komunitas kelistrikan lainnya melakukan komunikasi dan koordinasi dengan stakeholder lainnya khususnya pemerintah.

DPP AKLI memperjuangkan agar badan usaha yang telah memiliki perizinan badan usaha ketenagalistrikan dijaga dan dilindungi keberadaan dan eksistensinya melalui konsistensi penerapan peraturan. “Tanpa ketegasan aturan ini, akan berpengaruh pada iklim usaha jasa penunjang ketenagalistrikan, khususnya pada instalatir.”ujar Puji.

Kabar terbaru Sabtu, 26 Februari 2022 dari pesan berantai via WhatsApp, diduga kuat dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) "Selamat malam bapak ibu LIT TR sekalian. 

Ingin menginformasikan bahwa dengan adanya kabupaten2 yng saat ini instalatir nya sudah merasa siap (via sosmed, via email, via telpon dan media lain) dalam melayani pemohon serta data jumlah tenaga teknik dan bu di kabupaten tersebut sudah memenuhi, maka kami lakukan trial unt menutup jalur "tambah instalasi" Dalam permohonan NIdi untuk kabupaten  berikut:

1. Kab. Lahat (13 instalasi/hari, 3 badan usaha, 7 TT) 

2. Kab. Palembang (67 instalasi/hari, 19 BU, 38 TT) 

3. Kab. Bojonegoro (29 instalasi/hari, 13 BU, 26 TT) 

4. Kab. Banyuwangi (53 instalasi/hari, 10 BU, 26 TT) 

5. Kab. Tuban (32 instalasi/hari, 7 BU, 20 TT) 

6. Kab. Lamongan (25 instalasi/hari, 6 BU, 20 TT) 

7. Kota Bogor (28 instalasi/hari, 8 BU, 32 TT) Terima kasih" 

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya, Sanderson Syafe'i, ST. SH angkat bicara, "ini merupakan kegagalan Asosiasi AKLI telah membuat gaduh Badan Usaha notabene  anggotanya sendiri dengan NIDI Mandiri terjadi carut marut ternyata asal muasalnya adalah ketidakmampuan ketua FP

dalam menjaga eksistensi dan keberadaan organisasi yang terkesan pasrah dengan berdampak akan terhambatnya pelayanan publik ketenagalistrikan serta mengabaikan keselamatan ketenagalistrikan. 

Jika memang data yang disampaikan ke publik oleh Ketua DPP AKLI Puji Muhardi ada 3.500 perusahaan, maka berbanding terbalik dengan data yang disampaikan DJK telah siap menerbitkan regulasi Nomor Identitas Instalasi Tenaga Listrik (NIDI) sebagai salah satu syarat dikeluarkannya SLO, wajar saja Ketua DPP AKLI diam membisu selama ini tidak berani bicara lantang atas kebijakan DJK yang melanggar regulasi, ujar Sanderson.

Hal tersebut bukan tanpa alasan akibat lemahnya AKLI melakukan sosialisasi ke anggotanya terhadap Permen ESDM No. 12/2021 tentang Klasifikasi, Kualifikasi, Sertifikasi dan Akreditasi Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik, mengingat adanya kewajiban bagi perusahaan yang bergerak di usaha pembangunan dan pemasangan/instalatir untuk mengurus Nomor Identitas Instalasi (NIDI) pada instalasi bidang IPTL, terang Sanderson.

Sanderson menambahkan, terkesan pengurus organisasi AKLI hanya sibuk menerbitkan Sertifikat LSBU (Lembaga Sertifikasi Badan Usaha) bagi  Badan Usaha ketenagalistrikan melalui PT. AK Lima dan sibuk bisnis Sertifikat Kompetensi (SERKOM) dan lupa menjalankan visi dan misi organisasi untuk melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai mitra Pemerintah, mitra Usaha Penyedia Tenaga Listrik, sesama Usaha Penunjang Tenaga Listrik dan Penyedia Jasa Kelistrikan kepada masyarakat dalam memenuhi keperluan akan tenaga listrik yang aman, andal dan akrab lingkungan serta menjadikan kontraktor listrik dan mekanikal Indonesia sebagai pelaku usaha sektor ketenagalistrikan yang terpercaya, profesional, mandiri dan berdaya saing, tambah Sanderson.

Ironisnya untuk menjamin keamanan instalasi listrik dan memastikan instalasi listrik dikerjakan oleh badan usaha yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah memiliki perizinan, namun diduga biaya yang dibutuhkan untuk serkom sangat besar dan memberatkan bagi pelaku usaha ketenagalistrikan maupun tenaga teknis listrik atau instalatir. 

Bukan rahasia umum lagi bahwa Serkom hanya ajang bisnis pengurus AKLI dan terlihat langsung dengan menurun drastis hingga 50% anggotanya diduga telah melanggar Kode ETIK AKLI (Sapta  Setia), dimana kepengurusan AKLI seharusnya sebagai abdi masyarakat lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan peraturan/ketentuan yang berlaku dalam memberikan jasa di bidang kelistrikan dan mekanikal, bukan sebaliknya beber Sanderson.


Kegagalan lain dalam mewujudkan janjinya menjadikan Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia sebagai pelaku usaha sektor ketenagalistrikan yang terpercaya, profesional, mandiri dan berdaya saing, dimana setiap tahunnya ada biaya keanggotaan tentunya ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi organisasi, tegas Sanderson.

Sudah selayaknya Kepengurusan AKLI periode 2021 – 2026 karena belum mampu membantu para anggota dalam mengembangkan keprofesian guna memenuhi tugas serta tanggung jawab dalam pembangunan Indonesia di bidang ketenagalistrikan dan menciptakan iklim usaha yang sehat serta kondusif bagi pengembangan usaha para anggota dalam menjalankan regulasi ketenagalistrikan untuk mengundurkan diri, pungkas Sanderson.

Sementara, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat  Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (DPP AKLI) Puji Muhardi, saat diminta tanggapannya melalui pesan singkat WA  terkait AKLI tidak mampu menjalankan regulasi ketenagalistrikan, hingga berita ini diterbitkan tidak memberikan jawaban hanya dibaca.

Ditempat terpisah, DPD AKLI SUMSEL saat diminta tanggapannya melalui Soleh Al Amin karena saat ini Ketua AKLI SUMSEL Mahmud H Sinar telah menduduki jabatan Sekretaris Jenderal DPP AKLI, hingga saat ini tidak jelas siapa PLT atau PJS alias terjadi kevakuman organisasi AKLI SUMSEL, hingga berita ini diterbitkan juga tidak memberikan jawaban hanya dibaca. (Fry) 

No comments

Powered by Blogger.