INOVASI PROGRAM GEMA MAS HAJI “GERAKAN MASYARAKAT PUSKESMAS SEHAT JIWA” MELALUI MODEL KEMITRAAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN JIWA DI PUSKESMAS

Author: Ns. Putu Eka Novayanti, S.Kep 

Data statistik WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa setiap 1% dari seluruh penduduk di dunia berada dalam kondisi membutuhkan pertolongan dan pengobatan untuk berbagai bentuk gangguan jiwa. Tingginya masalah tersebut menunjukkan bahwa kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang besar dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya yang ada di masyarakat.

Faktor risiko terjadinya gangguan jiwa dapat di kelompokkan menjadi beberapa faktor, yang pertama adalah faktor psikososial/kepribadian meliputi pernah mengalami kegagalan baik dalam bidang pekerjaan maupun rumah tangga, memiliki kepribadian yang mudah kecewa, trauma masa kecil, selalu kesepian; faktor yang kedua adalah biologis atau genetik dapat meliputi jenis kelamin (gangguan jiwa umumnya banyak terjadi pada wanita), defisiensi asam folat dan vitamin B12, penyakit kronis; faktor ketiga adalah karakteristik personal lain meliputi pesimis, rendah diri; faktor yang terakhir adalah sosioekonomi yang rendah, latar belakang pendidikan yang rendah, status pernikahan.

Adapun dampak yang timbul akibat gangguan kesehatan jiwa tidak dapat dibiarkan begitu saja, mulai dari perubahan napsu makan, perubahan pola tidur, kehilangan kontrol emosi, sedih berkepanjangan, mulai menarik diri dari lingkungan sosial, hingga terganggunya aktivitas sehari-hari yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri. Gejala awal yang muncul saat seseorang mengalami gangguan kesehatan jiwa adalah terganggunya aktivitas sehari-hari.

Hal tersebut muncul biasanya karena keluarga terlambat menyadari tanda gejala awal dari gangguan kesehatan jiwa sehingga pasien terlambat mendapatkan pengobatan dan akhirnya diketahui saat sudah terjadi kelainan. Sebab lainnya adalah kurang perhatian dengan anggota keluarga dalam mengantarkan anggota keluarga periksa ke pelayanan kesehatan karena keluarga sibuk bekerja sehingga memperparah tingkat gangguan jiwa pasien.

Peran perawat sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menambah informasi terkait cara menangani masalah kesehatan jiwa yang dihadapi. Peran perawat dapat dibagi menjadi tiga prevensi. Pertama, adalah prevensi primer dimana peran perawat adalah sebagai pemberi menyuluhan atau pendidikan kesehatan bagi keluarga dan pasien dengan gangguan jiwa, selain itu peran perawat dalam prevensi primer yang tidak kalah pentingnya adalah aktif dalam kegiatan masyarakat untuk melakukan rujukan sebelum gangguan jiwa terjadi. Kedua, peran perawat dalam prevensi sekunder yang tugasnya adalah memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri, melakukan skrining atau deteksi dini gangguan jiwa, melaksanakan kunjungan rumah, memberikan terapi yang berbasis infividu, kelompok pada berbagai tingkat usia. Ketiga, peran perawat dalam prevensi tersier yaitu mengorganisasi pasien, mempersiapkan pasien ketika pulang dari rumah sakit jiwa kembali ke masyarakat. Memberikan pengetahuan dan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien diterima di lingkungan sosialnya.

Hasil pengkajian melalui wawancara yang dilakukan di UPTD Puskesmas Bandarharjo Semarang, didapatkan bahwa masih banyak ditemukan pasien dengan masalah kesehatan jiwa di masyarakat. Puskesmas ini merupakan satu-satunya puskesmas yang memiliki program pelayanan kegawatan jiwa di Semarang sehingga jenis pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan masih satu jenis yaitu; penjemputan pasien dengan kegawatan jiwa. Proses pelaksanaan program kegawatan jiwa yang dilaksanakan oleh UPTD Puskesmas Bandarharjo adalah dengan menjemput pasien dengan jenis kasus kegawatan jiwa dari hasil telepon warga atau keluarga pasien. Proses yang dilakukan selanjutnya adalah bernegosiasi dengan keluarga untuk merujuk pasien ke Rumah Sakit Jiwa dan memberikan edukasi kepada keluarga.

Berdasarkan temuan diatas, maka untuk menyelesaikan masalah kesehatan jiwa yang ada di masyarakat, diberikan program inovasi “Gema Mas Haji” (Gerakan Masyarakat Puskesmas Sehat Jiwa). Didalam program tersebut ada beberapa kegiatan yang dilakukan sesuai masalah yang didapatkan dengan sasaran kepada masyarakat serta kepada pemegang program kesehatan jiwa.

Jenis kegiatan yang dilakukan antara lain adalah memperkenalkan materi terkait masalah kesehatan jiwa kepada kader posyandu lansia sebagai tahap awal untuk mengurangi risiko terkena gangguan kesehatan jiwa, mengadakan pelatihan bagi petugas puskesmas On The Job Training (OTJT) untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan mental kepada masyarakat, yang terakhir adalah mengadakan media promosi kesehatan meliputi buku saku dan lembar balik kegawatan jiwa yang diharapkan dapat menjadi sarana edukasi bagi keluarga, masyarakat dan pemegang program kesehatan jiwa.

Penyelesaian masalah dilakukan dengan konsep kemitraan dan mengambil model CBPR (Conceptual Based Participatory Research) dari Wallerstein, dkk & Duran. Model CBPR merupakan pendekatan yang mengutamakan kolaborasi antara penulis dan komunitas. Dengan kata lain, komponen yang terpenting dalam CBPR adalah relationship building. Pemecahan masalah yang ada berdasarkan hasil pengkajian yang berasal dari kekuatan dan sumber-sumber yang ada di komunitas.

Proses CBPR meliputi identifikasi masalah-masalah yang ada, penilaian terhadap kekuatan yang dimiliki oleh komunitas, menetapkan prioritas target, membangun rencana penyelesaian masalah, dan implementasi. Konsep model ini memiliki beberapa komponen didalamnya yaitu contexts, partnership processes, intervention & research, dan outcomes.

Gambar: Proses pelaksasaan on the job training (otjt) oleh narasumber kepada petugas puskesmas untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap masalah kesehatan jiwa.
Kesimpulan:
Program inovasi yang dikembangkan untuk mengurangi risiko terjadinya masalah kesehatan jiwa di puskesmas dengan menggunakan program “Gema Mas Haji”. Tujuan program ini adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang fenomena dengan model kemitraan CBPR.

Model ini juga sangat berguna untuk menggambarkan proses kemitraan antara satu pihak dengan pihak lain dalam komunitas sehingga dapat meningkatkan kesehatan komunitas. Kemitraan yang adil membutuhkan kekuatan berbagi, sumber daya, hasil dan pengetahuan serta apresiasi timbal balik atas pengetahuan dan keterampilan masing-masing mitra dalam menyelesaikan suatu masalah.

Setiap kegiatan dari program aplikasi yang dilakukan memiliki hasil masing-masing. Kegiatan OTJT yang ditujukan untuk petugas puskesmas berhasil memotivasi petugas puskesmas dengan ditandai peserta yang datang untuk mengikuti kegiatan tersebut sebanyak 40 petugas yang berarti hampir 100% dari petugas puskesmas.

Keberhasilan lain yang dicapai dari kegiatan ini adalah dari hasil pretest dan posttest yang dilakukan terjadi peningkatan pengetahuan petugas puskesmas 60-100% atau dengan kata lain angka tersebut masuk kedalam kategori pengetahuan cukup tinggi-tinggi. Selanjutnya, kegiatan kedua yang dilakukan adalah penyegaran kader posyandu lansia. Materi yang diberikan kepada kader berupa pengenalan terkait masalah kesehatan jiwa yang berguna untuk menurunkan risiko penderita gangguan jiwa di masyarakat.

Pretest dan posttest juga dilakukan pada saat kegiatan penyegaran kader, dari hasil pengukuran tersebut juga terdapat perubahan tingkat pengetahuan kader posyandu lansia sebanyak 60-80% dengan kategori tingkat pengetahuan cukup tinggi-tinggi. Ketiga, adalah kegiatan pengadaan media promosi kesehatan dan buku saku bagi pemegang program kesehatan jiwa. Media promosi ini dapat digunakan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat ataupun dapat digunakan sebagai panduan untuk membentuk kader kesehatan jiwa sebagai perpanjangan tangan dari pemegang program kesehatan jiwa.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.