YLKI Lahat Raya Desak Penegakan Hukum Terkait Maraknya Truk Batubara Plat Luar


LAHAT, SS – Kabupaten Lahat kini tengah menghadapi persoalan serius terkait ketidakseimbangan ekonomi akibat membludaknya kendaraan angkutan batubara berplat nomor luar daerah. Alih-alih menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD), ribuan truk ini dituding hanya meninggalkan debu dan kerusakan jalan, sementara pajaknya mengalir ke kantong daerah asal.

​Menanggapi fenomena ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lahat Raya secara tegas mendesak penegakan hukum bagi perusahaan tambang dan transportir yang membandel.

​Ketua YLKI Lahat Raya, Sanderson Syafe'i, SH, mengungkapkan bahwa hasil pantauan timnya menunjukkan mayoritas kendaraan operasional batubara masih menggunakan nomor polisi luar wilayah (bukan plat E). Padahal, kendaraan tersebut beroperasi secara permanen di jalur nasional, provinsi, hingga kabupaten di Lahat.

​"Ini masalah serius. Kendaraan ini menghancurkan jalan kita, tapi bayar pajaknya di daerah asal. Ada ketidakseimbangan antara beban pemeliharaan infrastruktur dengan kontribusi pajak," tegas Sanderson saat ditemui di kantornya, Kamis (18/12).

​​Advokat muda ini mengingatkan bahwa menurut UU No. 1 Tahun 2022 dan UU No. 22 Tahun 2009, kendaraan yang beroperasi lebih dari tiga bulan di luar wilayah registrasi wajib melakukan mutasi.

​Pemerintah Kabupaten Lahat sendiri sebenarnya telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Bupati Nomor: 2610/800/BAPENDA/I/2025 sejak September lalu. Dalam aturan tersebut, perusahaan diberi waktu 60 hari untuk melakukan mutasi.

Jika membangkang, sanksinya tidak main-main: pembatasan operasional hingga pencabutan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

​"Batas waktu 60 hari itu sudah lewat. Sekarang saatnya penegakan hukum secara konkret. Perusahaan yang mengabaikan ini bukan sekadar lalai, tapi melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena sengaja menghilangkan potensi PAD daerah," lanjut mantan Ketua Karang Taruna Lahat ini.

​​Keresahan ini senada dengan suara masyarakat di lapangan. Beni, warga Merapi Area, merasa tidak adil jika warga Lahat harus menanggung dampak lingkungan sementara perusahaan enggan berkontribusi pada kas daerah.

​"Setiap hari kami makan debu dan terjebak macet. Sangat menyakitkan kalau tahu mereka bahkan tidak bayar pajak ke Kabupaten Lahat," ketusnya.

​Keluhan serupa datang dari Ibu Mariam, yang menyoroti truk-truk kosong yang tetap konvoi di luar jam operasional. "Percuma ada pembatasan kalau siang hari mereka masih konvoi arus balik ke tambang. BBM kami boros karena macet, kenyamanan lalu lintas hilang. Ini namanya beroperasi 24 jam!" keluhnya.

​YLKI Lahat Raya Desak Tindakan Tegas
​YLKI Lahat Raya menekankan bahwa selain masalah pajak, banyak armada yang diduga beroperasi tanpa Uji KIR yang sah. Hal ini membahayakan keselamatan pengguna jalan lainnya.

​Sanderson menutup dengan pernyataan keras bahwa penghilangan potensi PAD yang dilakukan secara sengaja oleh korporasi dapat dikategorikan sebagai tindakan yang menguntungkan korporasi dengan merugikan keuangan daerah.

​"Kami berkoordinasi dengan instansi penegak hukum agar segera ada aksi di lapangan. Jangan biarkan Bumi Seganti Setungguan hanya mendapatkan ampas dari kekayaan alamnya sendiri," pungkasnya. (Fry)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.