Lingkungan Terjaga, Warga Sejahtera, Program CSR Pertamina Bukukan Sukses di Air Talas
![]() |
| KWT Amerta di Desa Air Talas mengubah limbah kulit jeruk menjadi bioplastik, solusi kreatif kurangi sampah plastik |
MUARA ENIM, SS.CO.ID -- Di sebuah sudut Kecamatan Rambang Niru, Kabupaten Muara Enim, deretan pohon jeruk tampak berlapis rapi mengikuti kontur tanah. Desa Air Talas, sebagaimana dikenal banyak orang, bukan hanya menjual keindahan kebunnya bagi wisatawan yang ingin merasakan sensasi memetik jeruk. Lebih dari itu, desa yang sebagian besar dihuni transmigran asal Bali ini telah lama menggantungkan ekonomi keluarga pada buah jeruk yang tumbuh subur di tanah mereka.
Setiap tahun, panen bisa dilakukan hingga tiga kali. Pada musim raya, tak kurang dari ribuan ton jeruk mengalir ke pasar-pasar terdekat. Jeruk manis dan jeruk asam menjadi primadona. Sebagian dijual sebagai buah segar, sebagian lagi diolah menjadi produk pangan seperti sirup, pie, hingga stik jeruk oleh para perempuan desa yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT).
Namun di balik manisnya jeruk, bertahun-tahun limbah kulit yang menumpuk menjadi persoalan tersendiri.
“Dulu, kulit jeruk hanya jadi sampah. Kami belum tahu bisa dibuat apa,” kenang Yuni, salah satu warga.
Perubahan mulai terasa sejak 2022, ketika PT Pertamina EP (PEP) Limau Field menghadirkan program Corporate Social Responsibility (CSR) bertajuk GEMA DEWATA (Gerakan Ekonomi Masyarakat Desa Wujudkan Air Talas Mandiri). Program ini mengajak warga melihat bahwa ekonomi tidak selalu datang dari hal baru, kadang justru dari apa yang selama ini dianggap tidak bernilai.
![]() |
| Dari kulit jeruk lahir inovasi : KWT Amerta sukses memproduksi bioplastik ramah lingkungan |
KWT Bude Arta menjadi pelopor awal dalam mengolah jeruk asam menjadi produk turunan bernilai jual tinggi. Tetapi yang paling menarik adalah bagaimana program ini menemukan masa depannya melalui KWT Amerta, mengolah kulit jeruk menjadi bioplastik ramah lingkungan.
Sebuah inovasi yang tidak hanya menyelamatkan limbah, namun juga membuka sumber pendapatan baru bagi warga perempuan.
“Sekarang limbah kulit jeruk bisa kami jual dalam bentuk bioplastik. Selain bantu lingkungan, kami ibu-ibu juga dapat tambahan pemasukan,” ujar Yuni tersenyum bangga.
Langkah-langkah produksinya kini menjadi rutinitas baru yang menghidupkan ekonomi desa. Kulit jeruk yang tadinya menumpuk, dikeringkan selama 2-3 hari di bawah terik matahari Air Talas. Setelah kadar airnya hilang, limbah itu digiling menggunakan alat Herb Grinder. Dari 60 kilogram kulit jeruk kering, dihasilkan serbuk halus yang menjadi bahan dasar bioplastik.
Tak hanya itu, kreativitas warga semakin berkembang. Kulit jeruk kini juga diolah menjadi sabun terapi beraroma segar, yang diminati pasar karena menghadirkan sensasi relaksasi alami ketika mandi.
![]() |
| Melalui pembinaan Pertamina, limbah kulit jeruk kini disulap menjadi produk kreatif yang mendukung usaha warga |
Produk-produk ini dikemas menarik dan mulai merambah pasar lebih luas, salah satunya bekerja sama dengan RS Pertamina Prabumulih untuk penggunaan kantong bioplastik ramah lingkungan. Sementara sabun mulai dijual melalui e-commerce seperti Shopee.
Community Development Officer (CDO) PEP Limau Field, Chaterine melalui Rama Sanjaya, menjelaskan bahwa GEMA DEWATA dirancang setelah dilakukan social mapping mendalam.
“Kami memetakan potensi dan masalah masyarakat terlebih dahulu. Dari situlah lahir konsep pengembangan jeruk mulai dari buah hingga limbah kulitnya,” terangnya.
Pendampingan tidak hanya berupa pelatihan, tetapi juga pembukaan akses pasar dan pemenuhan peralatan produksi. Tujuannya satu: menjadikan Air Talas sebagai contoh ekonomi sirkular di tingkat desa, di mana semua bagian jeruk memiliki manfaat.
Kerja sama ini juga mendorong perusahaan mencapai target Proper Emas, standar keberlanjutan tertinggi dari KLHK.
Pembina Poktan Tunas Hijau, Khairil, menyebutkan bahwa 87 hektare kebun jeruk aktif dikelola masyarakat, dengan 44.375 tanaman produktif. Hasilnya mencengangkan, panen raya mencapai 1.300 ton jeruk setahun.
“Semuanya terhubung. Tidak ada limbah yang sia-sia,” tegas Khairil.
Di Air Talas, perubahan besar dimulai dari tangan para ibu. Mereka bukan hanya mengolah jeruk, tetapi mengubah cara pandang: bahwa berkah bukan hanya dari hasil panen, tapi dari kepedulian menjaga bumi.
Mereka membuktikan, desa bukan sekadar penerima bantuan. Mereka mampu berinovasi, memimpin ekonomi, serta memberi inspirasi bagi wilayah lain.
Kini, Air Talas adalah kisah sukses yang hidup, kisah tentang manisnya buah jeruk, hijau lingkungan, dan perempuan sebagai motor inovasi. Dan semua itu bermula dari kulit jeruk yang dulunya terbuang, sebuah bukti bahwa masa depan bisa tumbuh dari apa yang dianggap tak berguna. (Nald)




Post a Comment